
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo didampingi Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto, saat Konferensi Pers terkait kasus pembelian Helikopter AW 101, di KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Pusat, Jumat (26/5).
Jakarta, Metropol – Polisi Militer (POM) TNI sudah memiliki alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status kasus pembelian Helikopter AW 101 dari penyelidikan menjadi penyidikan.
“Hasil sementara telah menetapkan 3 orang oknum TNI AU sebagai tersangka yaitu Marsma TNI FA sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Letkol (ADM) WW sebagai pejabat Pemegang Kas (Pekas) dan Pelda SS Staf Pekas yang menyalurkan dana kepada pihak-pihak tertentu, dan masih sangat mungkin ada tersangka lain,” ujar Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang didampingi Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto, saat Konferensi Pers dengan awak media massa, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jl. Kuningan Persada Kavling 4 Jakarta Pusat, Jumat (26/5).
Panglima TNI juga menjelaskan bahwa, dia dari hasil penyelidikan POM TNI bersama-sama dengan KPK dan PPATK terhadap dugaan penyimpangan dalam pengadaan Helikopter AW 101 TNI AU, ditemukan potensi kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 220 Milliar dengan basis perhitungan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 13.000/1USD.
Lanjut Jenderal Gatot, penyelidikan POM TNI, KPK dan PPATK masih terus melakukan berbagai upaya integratif, khususnya terkait aliran dana dari hasil pengadaan Helikopter AW 101 milik TNI AU tersebut.
“Sebagai barang bukti POM TNI telah mengamankan (disita pemblokiran rekening red) atas nama PT. Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang senilai 139 milliar,” terangnya.
Panglima TNI berharap, agar pihak-pihak yang terkait dengan perkara tersebut khususnya personel TNI agar bersikap kooperatif, jujur dan bertanggung jawab, sehingga permasalahan bisa diselesaikan secara cepat, tuntas dan proporsional.
Panglima TNI menambahkan, sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo pada Rapat Terbatas tanggal 23 Februari 2016 bahwa, kondisi ekonomi Indonesia saat ini belum benar-benar normal, maka pembelian Helikopter AW-101 belum dapat dilakukan, jadi untuk saat ini ditunda dulu sampai dengan kondisi ekonomi kita lebih baik.
Kepada wartawan, Panglima TNI juga menegaska bahwa, proses hukum terhadap tersangka oknum TNI akan diserahkan kepada Pengadilan Militer berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Sedangkan tersangka sipil proses hukumnya diserahkan kepada pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Saya minta media massa turut serta mengawasi sampai dengan selesai proses persidangan, tidak ada yang ditutup-tutupi, sehingga semuanya jelas. TNI akan transparan, karena yang diselewengkan adalah uang rakyat, jadi harus dipertanggung jawabkan juga kepada rakyat. Yakinlah bahwa hukum adalah Panglima bagi TNI,” ungkap Panglima TNI.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa, pembelian Heli oleh pihaknya karena TNI AU belum memiliki Helikopter yang memiliki room door.
“Itulah yang akan diadakan, namun kenyataannya Heli yang datang akhir bulan Januari 2017 tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan, sehingga sampai saat ini Heli tersebut belum diterima sebagai kekuatan TNI AU,” jelas Kasau.
(M. Daksan)