Presiden Kofederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. (Foto/Itmw).
Jakarta, Metropol – Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, tenggat waktu pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) resmi berakhir Senin (19/6).
Namun kata dia, berdasarkan catatan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), ada lebih dari 10.000 pekerja/buruh yang tidak mendapatkan THR.
“Terdiri dari sekitar 4.000 karyawan tetap dan lebih dari 6.000 karyawan kontrak melapor tak menerima THR,” ujar Iqbal dalam siaran persnya kepada Metropol, Kamis (22/6).
Presiden KSPI yang juga Presiden FSPMI, menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan pekerja tidak mendapatkan THR yakniĀ diputus kontrak, terkena PHK, ada yang masih proses sengketa dengan perusahaan dan ada juga yang perusahaannya memang tidak bersedia membayarkan THR.
Iqbal mencontohkan PT Smelting. Meskipun masih dalam proses penyelesaian PHK yang belum berkekuatan hukum tetap, namun kedua perusahaan ini tidak membayarkan THR kepada para pekerja. Padahal berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, mereka masih tetap berhak mendapatkan upah dan THR.
Menurut Said Iqbal, pihak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sendiri sudah memerintahkan agar PT Smelting membayar upah dan THR. Tetapi ketika perusahaan tidak bersedia membayar, dan Kemnaker tidak bisa berbuat apa-apa.
“Perusahaan yang tidak bayar THR tidak ada tindakan apapun dari Menaker,” ujar Said Iqbal.
Karena itu, menurut Iqbal, yang dibutuhkan bukan sekedar posko THR, tetapi penegakan hukum untuk melawan āmodus kecuranganā tidak membayar THR.
KSPI mendesak pemerintah melakukan āsidakā ke perusahaan-perusahaan, bukan sekedar membentuk posko. Selain itu, pemerintah harus memberikan sanksi yang mempunyai efek jera yaitu pidana dan perdata, bukan sekedar sanksi administratif.
Terlebih lagi, besok (23 Juni) sudah memasuki cuti bersama. Praktis tidak ada kesempatan bagi Kemenaker untuk mendesak perusahaan agar membayarkan THR.
Itulah sebabnya, KSPI mendesak agar aturan pembayaran THR dirubah H-30, bukan H-7 agar pengusaha tidak bisa mengelak dan memanfaatkan waktu tersebut untuk tidak membayar THR.
Menurutnya, H-7 adalah waktu dimana pengusaha sudah menerapkan libur bersama selama lebaran. Jadi tidak ada pengaruhnya kalaupun perusahaan tidak membayarkan THR pada hari-hari tersebut.
“Jika ada tenggat waktu yang cukup, masih ada kesempatan bagi Kemenaker untuk melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan yang bandel,” pungkasnya.
(M. Daksan)