Ilustrasi foto net.
Samarinda, NewsMetropol – Nama Buhaira, tidak asing lagi bagi pemilik tanah di Palaran.
Pasalnya kakek berusia 70 tahun itu terbilang selalu mujur dalam urusan jual beli tanah. Meskipun objek yang dikuasai merupakan tanah sengketa.
Namun kali ini bisnisnya harus berakhir di kantor polisi. Setelah Unit Harta Benda (Harda) Satreskrim Polresta Samarinda, menetapkan warga Jalan Gelinggang, RT 06, Kelurahan Handil Bakti, Kecamatan Palaran itu sebagai tersangka sejak Rabu (19/8) lalu.
Buhaira diduga melanggar tiga pasal sekaligus yakni Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan junto Pasal 372 tentang Penggelapan.
Tiga pasal itu diterapkan polisi berdasarkan laporan Suriansyah (45), warga Jalan Bung Tomo, RT 13, Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang.
Suriansyah menuding Buhaira telah melakukan penipuan dan penggelapan terhadap dirinya, terhitung sejak 2008.
Pada 2013 lalu, Buhaira mengklaim sebidang tanah di Jalan Gelinggang. Palaran sebagai miliknya. Padahal tanah itu merupakan milik Suriansyah sebagai ahli waris.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Arif Budiman, melalui Kasat Reskrim Kompol Yuliansyah mengatakan, Buhaira diduga mengklaim tanah tersebut dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tiga nama yang sebelumnya dipalsukan Buhaira terlebih dahulu.
Kata dia, kronologis Penipuan, Pemalsuan dan Penggelapan berawal ketika orang tua Suriansyah bernama Daeng Massi membeli sebidang tanah di Jalan Gelinggang, Palaran, dari Daeng Nussu pada 2007 silam.
“Dengan perjanjian tanah itu dibayar 6 kali. Namun baru 3 kali dibayar, Daeng Massi meninggal dunia. Sebagai ahli waris, Suriansyah melanjutkan sisa
pembayaran itu kepada Daeng Nussu. Proses sisa pembayaran sebanyak tiga kali itu dilakukan pada 2008,” ujar Kompol Yuliansyah, seperti dikutip Samarinda Pos, Selasa (25/8).
Lanjutnya, setelah pembayaran lunas, Buhaira datang kepada Suriansyah dengan memberikan informasi bahwa lahannya itu mengandung batu bara.
Setelah itu, Buhaira lantas menawarkan untuk mencari investor batu bara dengan perjanijian akan memberi royalti kepada Suriansyah dan ahli waris lainnya.
“Iming-iming royalti pun dibicarakan Suriansyah dengan saudara-saudaranya yang lain. Suriansyah dan saudaranya setuju sehingga menyerahkan 3 lembar Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) asli kepada Buhaira. Selain itu Suriansyah menyerahkan 6 lembar kwitansi pembelian tanah asli,” terangnya.
Kasatreskrim menuturkan bahwa dalam kesepakatan itu, Suriansyah harus menyerahkan semua dokumen asli tersebut kepada Buhaira.
“Dalihnya untuk diperlihatkan kepada investor batu bara. Tentu agar inverstor tersebut perxaaya bahwa objek tanah memang tidak bermasalah,” bebernya.
Beberapa tahun setelah diurus Buhaira, lanjut dia, Suriansyah dan saudaranya sebagai ahli waris tanah tak kunjung mendapat hasil royalti batu bara yang dijanjikan Buhaira.
“Tapi anehnya pada 2013, tiba-tiba seluruh dokumen dan objek tanah diakui Buhaira sebagai miliknya,” ungkapnya.
“Bertahun-tahun Suriansyah dan ahli waris lainnya memperjuangkan hak mereka tanpa mengadukan masalah ke kepolisian. Namun upaya itu tak berbuah hasil. Sehingga Suriansyah memutuskan melaporkan tindakan Buhaira itu ke Polresta Samarinda pada 21 ApriI 2020,” imbuhnya.
Dia menambahkan bahwa setelah melalui penyelidikan dan berdasarkan alat bukti, pihaknya pun menetapkan tersangka kepada Buhaira dan melakukan panahanan.
“Sebelumnya kami memanggil Buhaira beberapa kali untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Sampai akhirnya kami tahan pada 19 Agustus setelah ditetapkan sebagai tersangka,” pungkasnya.
(Red/Sumber)