IMG-20250322-WA0009
Reporter : Pujo S | Editor : Widi Dwiyanto

PEMALANG, NEWSMETROPOL.id – Program serapan gabah oleh Bulog Pemalang yang sebelumnya gencar dilakukan, kini mendadak terhenti. Padahal, pemerintah telah menetapkan harga pembelian gabah kering panen sebesar Rp6.500 per kilogram.

Program ini sempat berjalan, namun kini dihentikan sementara dan belum ada keterangan resmi kapan akan dimulai kembali.

Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Kabupaten Pemalang, Usman Haris, yang juga merupakan Ketua Kelompok Tani di Desa Karangbrai, Kecamatan Bodeh, membenarkan adanya penghentian tersebut.

“Sementara gabah yang diserap ke Bulog berhenti dulu, karena keterbatasan fasilitas jemuran dan oven dryer. Maaf para petani,” ujarnya kepada masyarakat, Jumat (21/03/2025).

Menanggapi situasi ini, Konsultan Pertanian sekaligus Penasehat (konsultan) LPPNU Pemalang, Handono Warih, menyoroti persoalan sistem pertanian di Indonesia yang masih belum siap secara infrastruktur.

“Pertanian di Indonesia belum siap secara sistem. Perlu mekanisasi lebih, serta peningkatan sarana dan prasarana baik makro maupun mikro. Di negara-negara maju, pertanian mereka sudah melibatkan teknologi mekanisasi termutakhir. Kita perlu meningkatkan industri pertanian dimulai dari alat kerja atau mekanisasi pertanian,” jelasnya.

Sementara itu, Tohar, seorang petani di Desa Karangbrai, berharap program serap gabah ini dapat kembali berjalan, mengingat panennya akan berlangsung pasca-Lebaran nanti.

“Semoga nanti bisa segera normal kembali. Saya ingin menjual hasil panen padi saya ke Bulog agar mendapatkan harga yang terjamin,” harapnya.

Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak Bulog terkait kapan program serapan gabah ini akan kembali dilanjutkan. Para petani berharap pemerintah segera mencari solusi agar program ini dapat berjalan kembali demi stabilitas harga dan kesejahteraan petani.

BEREDAR KABAR MITRA PENGADAAN BULOG TERKENDALA SARPRAS

Menurut Handono, keadaan seperti ini umum terjadi saat cuaca kurang bersahabat. Minimnya fasilitas alat pengering gabah kering panen (GKP) di lingkungan Pantura Barat baik itu Pekalongan, Batang, dan Pemalang, jadi sumber masalah tersendiri.

“Ketika curah hujan begitu intens atau kerap, maka rumah penggilingan padi rata-rata kesulitan memproses pengeringan GKP. Seperti yang saya tahu, banyak Rice Mill mitra Bulog surplus stok bahan baku karena lantai jemur tak bisa difungsikan untuk mengeringkan GKP,” imbuh Handono.

Minimnya jumlah Rice Mill yang memiliki sarana oven pengering, menurut Handono adalah sumber utama masalah.

“Belum lagi gabah kering panen yang dipetik dengan proses menggunakan mesin blower kecil, dimana tingkat kebersihan gabah dari scrap atau ranggas dedaunan padi masih tergolong kurang maksimal,” katanya.

“Semakin banyak sampah yang ikut masuk akan memperlambat proses pengeringan, jadi GKP yang sudah masuk ke Rice Mill mitra Bulog harus dikeringkan lebih lama dan memakan lebih banyak biaya,” tuturnya.

“Inti dari masalah keadaan ini adalah belum siapnya infrastruktur dan sarana prasarana pendukung pertanian kita yang bisa lebih efisien dan efektif. Pantura adalah lumbung pangan, semestinya teknologi dengan mekanisasi kelas tinggi tersedia banyak. Dan Bulog sendiri kebanyakan belum punya fasilitas termutakhir itu,” imbuhnya.

Handono berharap, pemerintah mempersiapkan lebih banyak sarpras pertanian dengan teknologi terbaru agar mampu menghadapi tantangan yang ada. Sehingga, tidak ada lagi kendala yang bersifat teknis seperti ini di kemudian hari.

“Mekanisasi pertanian adalah solusi, transfer pengetahuan dari negara maju adalah prosesnya,” pungkasnya.

KOMENTAR
Share berita ini :