Metropol, Blitar – Meskipun Pemilu Legislatif (Pileg) DPRD Kabupaten Blitar telah selesai pada pertengahan tahun 2014 lalu. Namun sepertinya para caleg yang telah sukses meraih kursi wakil rakyat di DPRD Kabupaten Blitar belum bisa sepenuhnya tidur nyenyak, pasca perjuangan mereka untuk berkantor di Kanigoro kini dipertanyakan hasil psikotestnya.
ia yang sehari-hari juga berprofesi sebagai kontraktor tersebut melaporkan ketiganya akibat diduga melakukan kelalaian prosedur pelaksanaan Psikotest bagi ke 509 calon anggota DPRD Kabupaten Blitar pada Pemilu 2014 lalu. Ia menilai RSUD Ngudi Waluyo melalui ketiganya telah melakukan kesalahan fatal dalam meloloskan para caleg terpilih saat ini dalam tahapan Psikotest yang seharusnya dilakukan secara menyeluruh, bukan sekedar copy paste keterangan sehat dari Puskesmas yang sebelumnya dilampirkan para caleg.Adalah Joko Sutrisno (50), Ketua LSM JIHAT dan mantan caleg DPRD Kabupaten Blitar Dapil Blitar V dari Partai Hanura pada Pileg 2014 lalu yang berani melakukan gebrakan dengan melaporkan ketiga dokter di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi berinisial AW, RR dan H ke pihak Kepolisian terkait pelanggaran UU No 8/2012 tentang Undang-undang Pemilu dan UU No. 29/2004 masalah Kedokteran pada 7 Agustus 2014 lalu.
Lebih lanjut pria kelahiran 27 Oktober 1964 tersebut menambahkan pada dasarnya ia hanya mempertanyakan mengapa mekanisme ujian Psikotest standar yang seharusnya diadakan seperti metode tes tertulis lengkap, wawancara kesehatan rohani dan lain lain-seperti yang dialaminya, ketika mengikuti psikotest di RSD Mardi Waluyo Kota Blitar sebagai rujukan-justru malah tidak dilakukan.
“Saya hanya ingin meluruskan prosedur yang seharusnya berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Karena bagi saya, kesehatan rohani berupa moral dan spiritual sangatlah penting untuk menjadi bekal utama seseorang menjadi wakil rakyat. Bagaimana bisa jika seorang wakil rakyat dengan kebobrokan moral, misalnya, kemudian mengambil keputusan yang salah dalam mengelola Kabupaten Blitar?
Joko menampik tanggapan terkait langkah yang diambilnya, hanya sebagai ekspresi kekecewaan akibat gagal terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Blitar. Bahkan ia mengaku sudah ada beberapa pihak yang menawarinya untuk ‘berdamai’ dengan menawarkan kompensasi besar yang ditolaknya mentah-mentah. Karena tujuannya murni semata-mata untuk meluruskan prosedur standar yang seharusnya diberlakukan dalam mekanisme penyaringan calon anggota DPRD Kabupaten Blitar.
Penanganan kasus ini telah memasuki babak baru dengan diadakannya gelar perkara pada 27 November 2014 dan dilanjutkan dengan penetapan dr. RR, AW dan H secara resmi sebagai tersangka oleh Polres Blitar pada 24 Desember 2014. Namun pasca diterbitkannya SP2HB oleh Kasatreskrim Polres Blitar pada 5 Januari lalu, berkas ketiganya hingga kini masih belum dilimpahkan ke Kejaksaan dan belum dilakukan penahanan.
“Tujuan saya sudah bulat, ingin memperjuangkan keadilan, bahkan hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Toh untuk apa saya menggugat seperti ini jika ada yang menyebut saya sakit hati tidak jadi (anggota dewan-Red). Buat apa. Yang saya inginkan adalah diadakannya psikotest yang menyeluruh kepada seluruh anggota dewan terpilih masabakti 2014-2019. Perkara ditengah jalan ada yang ternyata terbukti tidak lolos ya tinggal di PAW, jadi buat apa saya masih berharap dengan adanya ini bisa mengubah keadaan. Meskipun saya tidak jadi wakil rakyat pun toh saya masih bisa memberikan sumbangsih bagi Kabupaten Blitar,” pungkas pria yang kini lebih fokus menjadi kontraktor pembangunan rumah ibadah di instansi pemerintah ini. (IP)