“Indonesia memiliki potensi untuk sejahtera”
Jakarta, Metropol – Didepan sidang tahunan MPR sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Dewan Perwakilan Daerah RI, dalam rangka HUT RI ke 70, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraannya yang pertama kali semenjak menduduki jabatan orang nomor satu di republik ini.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menegaskan, bahwa Indonesia di lihat dari potensi yang dimiliki, seperti potensi ekonomi, sosial dan budaya serta sumber alamnya, memiliki peluang untuk menjadi negara sejahtera.
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar dan kreatif, kelas menengah yang terus bertambah, sistim politik yang demokratis, masyarakat muslim yang moderat dan terbesar dan juga telah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi ke 16 di dunia dengan produk domestik broto (PDB) yang mencapai Rp 10.000 trilyun, adalah modal dasar yang harus di kembangkan.
“Kita optimis, dengan kerja keras dan mengubah sikap komsumtif menjadi produktif,. Kita akan bermartabat di antara bangsa-bangsa di dunia,” tandas Jokowi dalam pidatonya.
Bangsa Indonesia saat ini sedang berperang, tapi bukan berperang secara fisik, melainkan berperang untuk memenangkan perdamaian, kesejahteraan dan kehidupan rakyat yang berbahagia. Kemenangan itu dapat terwujud jika semua elemen bangsa dan lembaga negara bersatu padu dan tidak terjebak pada ego masing-masing.
“Kita harus perkuat kedaulatan poitik, kemandirian ekonomi dan kepribadian kita. Trisakti harus menjadi strategi utama membendung upaya bangsa lain untuk merongrong kedaulatan, kesejahteraan dan karakter bangsa Indonesia,” tegas Jokowi.
Presiden mengungkapkan, bahwa potensi lain yang dapat menunjang untuk menuju negara sejahtera adalah mutu pendidikan yang semakin maju dan peluang peserta didik untuk melakukan mobiolitas sosial yang terbuka lebar. “Saat ini kita memiliki kurang lebih 300.000 sekolah dan dua juta guru, serta 40 juta siswa di seluruh Indonesia,” terang Jokowi.
“Dalam hal berdemokrasi, Indonesia menjadi contoh gemilang di dunia. Indeks demokrasi kita naik dari 63,72 pada tahun 2013 menjadi 73,04 pada 2015. Kita juga memiliki jumlah pemilih muda yang kritis mengawal jalannya demokrasi dan pemerintahan. Dalam 15 tahun terakhir, kita juga mengalami lonjakan PDB dari Rp 1.000 trilyun menjadi sekitar Rp 10.000 trilyun dan menjadi keuatan ke 16 ekonomi dunia. Indonesia juga duduk sejajar dengan negara-negara maju di G-20,” papar Jokowi lagi.
Melihat modal tersebut, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar, “kita harus percaya diri, harus optimis bahwa kita bisa mengatasi segala persoalan yang menghadang,” ajak Jokowi.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan transformasi fundamental perekonomian nasional. Paradigma pembangunan yang bersifat konsumtif harus dirubah menjadi produktif. Pembangunan harus dimulai dari pinggiran, dari desa-desa, dengan meningkatkan produktivitas sumber daya manusia, memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan digerakkan oleh sikap mental kreatif, inovatif dan gigih. Kita juga harus memamfaatkan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Selama ini kita terjebak pada pemahaman, bahwa melambatnya perekonomian global, berdampak pada perekonomian nasional kita. Padahal kalau kita mau cermati lebih seksama, menipisnya nilai kesantunan dan tatakrama, juga berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa,” kata Jokowi.
Selain itu, menipisnya budaya saling menghargai, mengeringnya kultur-kultur tenggang rasa, baik di masyarakat maupun di instansi resmi seperti penegak hukum, ormas, parpol dan media massa, membuat bangsa Indonesia terjebak pada lingkaran ego masing-masing. Kondisi ini dinilai menghambat program pembangunan, budaya kerja, semangat gotong royong dan tumbuhnya karakter bangsa.
Lebih-lebih saat ini ada kecenderungan semua pihak merasa bebas, sebebas-bebasnya dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingannya. Keadaan ini semakin kurang produktif ketika media juga hanya mengejar rating di banding memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif. Masyarakat mulai terjebak pada “histeria publik” dalam merespon suatu persoalan, khususnya menyangkut isu-isu yang berdimensi sensasional.
Presiden menilai, tanpa kesantunan politik, tatakrama hukum dan ketatanegaran, serta kedisiplinan ekonomi, bangsa Indonesia akan kehilangan optimisme dan lamban mengatasi persoalan ekonomi yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia.
Persoalan lain yang di bahas Presiden dalam pidatonya adalah mengenai kekuatan pertahanan negara yang tangguh dengan memberdayakan alutsista produksi dalam negeri. “Kita harus memiliki kekuatan pertahanan negara yang tidak hanya sebatas kekuatan esensial mimimun, namun kekuatan yang mampu mengamankan dan menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta melindungi sekitar 250 juta warganya. Kekuatan pertahanan yang kita banguan harus tetap menjunjung.tinggi karakter negara dan bangsa Indonesia sebagai negara dan bangsa yang cinta damai.
Selain itu, Prsesiden juga menyinggung soal pemberantasan korupsi. Pemerintah mendorong agar sinergi KPK-Polri dan Kejaksaan Agung untuk bahu membahu dalam bekerjasama menjadi pendorong jalannya pembangunan. Singkronisasi dan harmonisasi antar lembaga penegak hukum terus ditingkatkan, sehingga terbangun sistem hukum yang modern, yang menekankan aspek preventif dan fasilitatif.
Pada kesempatan itu, Presiden juga menyinggung soal perombakan kabinet yang baru saja dilakukannya. Menurut Presiden, keputusan itu di ambil guna memperkuat kinerja pemerintah untuk percepatan implementasi program aksi pembangunan. “Para putra terbaik bangsa harus mau berkeringat, membanting tulang membangun bangsa dan negaranya sendiri. Bagi saya, perombakan kabinet kerja merupakan jembatan terbaik untuk memenuhi janji saya pada rakyat, yaitu meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupan mereka,” katanya.
Sidang tahunan MPR serta sidang bersama DPR dan DPD RI, dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, seluruh pimpinan lembaga tinggi negara dan Menteri Kabinet Kerja, sejumlah mantan Presiden dan Wakil Presiden juga hadir diantaranya, Megawati Soekarno Putri, B.J. Habibie, Tri Sutrisno dan Hamzah Haz. Sedangkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak hadir pada acara tersebut.
(Dirman)