“Jaksa Agung telah membentuk tim pendamping untuk daerah agar tidak keliru dalam menggunakan anggaran”
Jakarta, Metropol – Kapolri Badrodin Haiti meminta kepada pemerintah pusat dan daerah tidak menjadikan ketakutan pada hukum, sehingga menjadi penghambat bagi penyerapan anggaran. Hal tersebut diungkapkan, karena serapan anggaran untuk belanja modal pada pertengahan Agustus 2015 baru mencapai 20%. Sementara penyerapan anggaran sangat berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.
“Kalau mekanisme dan prosedur dalam penggunaan anggaran dilakukan dengan benar, tidak perlu takut. Kesalahan administrasi diproses secara administrasi, dan tidak bisa dipidanakan. Selain itu, jangan ada kebijakan yang dikriminalisasi,” kata Badrodin Haiti ketika di Mapolda Sumatera Barat, Kota Padang, beberapa waktu lalu.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo juga meminta aparat penegak hukum memberikan kenyamanan dan kepastian kepada pembuat kebijakan untuk menggunakan anggaran dalam melaksanakan programnya. Sehingga di harapkan penyerapan anggaran hingga akhir tahun dapat mencapai 96%. Untuk itu, seluruh menteri harus fokus meningkatkan serapan anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN.
Kementerian Dalam Negeri mencatat ada lima pemerintah Provinsi yang penyerapan anggarannya sangat rendah hingga Juli 2015. Meski sudah pertengahan tahun, penyerapan anggaran di lima daerah itu masih di bawah 30 persen, yaitu Kalimantan Utara dengan 18,6 persen, DKI Jakarta 19,2 persen, Papua 21,7 persen, Jawa Barat 25,5 persen, Riau 25,5 persen. Semnetara paling tertinggi adalah Kalimantan Tengah 51,1persen.
Menurut Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek, ada sejumlah hal yang membuat penyerapan anggaran rendah. Salah satu yang paling mencolok adalah ketakutan para aparatur pemerintahan di daerah diseret ke wilayah pidana saat melaksanakan suatu kebijakan. Seperti Provinsi Riau yang rendah penyerapan anggarannya, karena tiga gubernur bermasalah semua dengan hukum. Begitu juga dengan Provinsi Banten, Ratut Atut Chosiyah yang sebelumnya memimpin Provinsi Banten tersandung kasus korupsi bantuan sosial hingga membuatnya menjadi narapidana, posisi Atut kemudian digantikan oleh Rano Karno. Dari kejadian tersebut, secara psikologis bisa dipastikan mereka khawatir melakukan kebijakan.
Dalam sebuah seminar “Peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) sebagai Quality Assurance Pelaksanaan Reformasi Birokrasi”, di Gedung B Lt. 8 Lembaga Administrasi Negara RI, bulan Februari 2015. Dihadiri sebagai pembicara antara lain, Pierrick Le Jaune (Atase Kerjasama Kedubes Perancis), Jacques Serba (Auditor Administrasi Publik), V. Sonny Loho (Irjen Kementerian keuangan) serta Deputi Bidang Inovasi LAN RI, Tri Widodo W. Utomo (moderator).
Auditor Administrasi Publik, Jacques Serba, mengungkapkan, efektifitas pengawasan dan penggunaan anggaran pemerintah saat ini merupakan isu penting. Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi akibat dari buruknya sistem pengelolaan dan pengawasan keuangan, sehingga pemerintah harus menerapkan sistem pengawasan penggunaan anggaran dengan ketat dan melakukan reformasi administrasi.
Jacques Serba menjelaskan, pengawasan penggunaan anggaran sebaiknya dilakukan dengan model pengawasan bertingkat. Pola ini terbukti mampu mendorong akuntabilitas dari semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
“Perancis menerapkan pola pertanggung jawaban bertingkat, mulai dari parlemen, kementerian, pejabat tinggi, pegawai, dan pihak otoritas. Audit yang dilakukan pun meliputi audit internal, eksternal, inspeksi, pemeriksaan, sertifikasi. Semuanya saling berkaitan,” jelasnya yang berbagi pengalaman sistem pengawasan keuangan di negaranya tersebut.
Terkait permasalahan adanya kekhawatiran untuk melakukan kebijakan terhadap penggunaan anggaran. Anggota Komisi III DPR RI, M Nasir Djamil meminta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan para kepala daerah, bahkan para Menteri membuang rasa takut untuk menggunakan anggaran negara. Karena sekarang, Jaksa Agung telah membentuk tim pendamping untuk daerah agar tidak keliru dalam menggunakan anggaran.
“Permintaan Komisi III DPR kepada Jaksa Agung untuk membentuk tim pendamping penggunaan anggaran negara di daerah dikabulkan oleh Jaksa Agung. Ini cukup efektif untuk meminimalisir dugaan penyalahgunaan atau proses penggunaan anggaran,” kata Nasir.
Fenomena ketakutan dalam menggunakan anggaran tersebut, tidak saja berlangsung di daerah-daerah. Dalam sebuah rapat-rapat dengan para menteri atau eselon 1 Kementerian dan badan atau lembaga negara, mengungkapkan ketakutan yang sama. Sehingga tidak mengeksekusi sebuah anggaran dari pada kemudian hari berurusan dengan hukum. Akibatnya, serapan anggaran tidak mencapai target dan proses pembangunan tidak berjalan, pada akhirnya rakyat yang dirugikan. Untuk itu, bagi kepala daerah-daerah yang sudah didampingi oleh tim Kejaksaan, jangan ragu menggunakan anggaran, karena dapat di dampingi oleh pengacara Negara dan ini adalah cara Jaksa Agung menyikapi keluhan daerah.
(Delly M)