
Sukabumi, Metropol – Angka pencari kerja di Kota Sukabumi selama tahun 2014 mengalami lonjakan yang cukup signifikan, hingga mencapai 7.088 orang. Dari jumlah tersebut sekitar 5.789 berhasil terserap dunia kerja di perusahaan dalam dan luar Kota Sukabumi.
“Sekitar 114 dari jumlah itu bekerja di luar negeri menjadi TKI formal dan informal,” ujar Kepala Bidang Nakertrans, Dinsosnakertrans Kota Sukabumi, Didin Syarifudin di ruang kerjanya, Selasa (13/1/2015).
Ribuan tenaga kerja yang terserap di dunia kerja tersebut, rata-rata bekerja di sektor pabrik, garment, retail dan lainnya. Sebagian besar yang kerja rata-rata tamatan SMA dan SMK. Khususnya yang bekerja melalui bursa kerja.
“Kita sudah melampui target 5 ribu pencari kerja per-tahun yang dicanangkan Wali Kota. Makanya tahun 2015, kami terus berusaha agar lebih banyak pencari kerja,” katanya.
Salah satu cara untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak, Dinsosnakertrnas setiap tahun mengirimkan surat ke 435 perusahaan besar dan kecil di Kota Sukabumi. Tujuannya untuk mengetahui berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Berdasarkan data yang diterima dari Dinsosnakertrans Kota Sukabumi, dari total pencari kerja selama tahun 2014 mencapai 7.088 orang. Lulusan SD sebanyak 470 orang, SMP sebanyak 1.551 orang, SMA/SMK sebanyak 4.080 orang, D1/DII/DIII sebanyak 402 orang dan sarjana sebanyak 585 orang.
Sementara itu, sejumlah perusahaan di Kota Sukabumi resah dengan adanya kasus pungutan uang bagi para pencari kerja saat melamar. Padahal pungutan tersebut bukan dilakukan perusahaan melainkan oleh warga sekitar.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Nakertrans, Dinsosnakertrans Kota Sukabumi, Didin Syarifudin di ruang kerjanya, Didin mengaku fenomena tersebut diperolehnya dari bagian HRD yang menyebutkan bahwa kabar tersebut menjadi bahasan rapat di sejumlah perusahaan. Hal itu dilakukan karena banyak anggapan dari masyarakat bahwa pungutan itu diterima pihak perusahaan “Ada oknum warga yang memanfaatkan pencari kerja, asalkan memberikan uang dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Akhirnya perusahaan dituduh menerima uang padahal tidak, terlebih alasan oknum tersebut pencari kerja merupakan saudara atau warga di sekitar perusahaan,” pungkasnya. (Dedi Hendra)