“Semakin banyak (demand) permintaan, berarti narkoba akan terus ada atau bertambah (supply)”
Jakarta, Metropol – Adanya PP Wajib Lapor No. 25 Tahun 2011 tidak menjadikan para pecandu mau melaporkan diri ataupun menjalankan rehabilitasi secara suka rela. Stigma negative masyarakat terhadap pecandu menyebabkan mereka (dan/atau keluarga) enggan mengakui bahwa dirinya adalah pecandu Narkoba. Disamping itu, banyak diantara kita yang masih menganggap pecandu merupakan pelaku tindak kriminal yang harus dihukum pidana.
Para pecandu narkoba sebenarnya tak perlu lagi takut dengan ancaman dinginnya hotel prodeo. Meski menggunakan barang haram, para pecandu tersebut tak akan dipenjara, karena saat ini telah tersedia IPWL yaitu Institusi Penerima Wajib Lapor yang merupakan sebuah fasilitas bagi masyarakat untuk mendapatkan rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Kartu IPWL tersedia di yayasan yang sudah terakreditasi oleh Kemensos. IPWL sebenarnya sudah hadir sejak berlakunya Undang-undang Narkotika Tahun 2009. Namun hingga kini jumlahnya tidak masif pengguna narkoba yang melaporkan dirinya.
Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional, Komjen Pol Anang Iskandar, berbagai faktor yang menyebabkan IPWL tidak laku. Faktor yang paling utama itu adanya ketakutan pengguna narkoba jika melapor akan dipenjara.
Padahal menurut Anang, sesudah pengguna narkoba melaporkan diri ke IPWL, dia akan diarahkan menuju IPWL terdekat yang kini jumlahnya ada 316 di Indonesia yang terdiri dari rumah sakit dan puskesmas yang sudah ditunjuk.
Kemudian, pecandu narkoba akan mendapatkan rehabilitasi berupa medis dan sosial. Para dokter yang menangani akan menentukan tingkat ketergantungan narkoba untuk mengetahui estimasi berapa lama rehabilitasi berlangsung.
Berdasarkan data BNN di tahun 2014 pengguna narkoba ada sekitar empat juta jiwa atau sekitar 2,18 persen dari populasi penduduk Indonesia. Dengan estimasi pengguna menurut tingkat ketergantungan yang mencoba pakai sekitar 1,6 juta orang, teratur pakai 1,4 juta jiwa, dan pecandu 943 ribu.
Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional, Komjen Pol Anang Iskandar, berbagai faktor yang menyebabkan IPWL tidak laku. Faktor yang paling utama itu adanya ketakutan pengguna narkoba jika melapor akan dipenjara.
Pertama, jika dikatakan bahwa penyalah guna dan pecandu adalah pelanggar hukum, itu benar. Tapi mereka bukanlah penjahat, mereka hanyalah korban dari bujuk rayu para pengedar dan bandar. Sifat adiktif yang terkandung didalam narkoba, membuat para penyalah guna dan pecandu ketergantungan untuk mengkonsumsi narkoba.
Kedua, penggunaan narkoba yang terus-menerus akan berdampak pada kerusakan fisik seseorang, mudah terserang penyakit dan bisa merusak system saraf pusat, sehingga membuat mereka menjadi gila atau keterbelakangan mental, bahkan menimbulkan kematian. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa penyalah guna dan pecandu narkoba merupakan orang sakit yang harus kita tolong dan disembuhkan dari ketergantungannya sebelum efek narkoba mematikan fungsi otaknya.
Ketiga, berbicara tentang narkoba, berarti berbicara tentang supply and demand. Semakin banyak (demand) permintaan, berarti narkoba akan terus ada atau bertambah (supply). Merehabilitasi penyalah guna dan pecandu narkoba hingga sembuh adalah suatu langkah untuk menekan permintaan. Jika sudah tidak ada permintaan dari konsumennya, pengedar dan bandar akan gulung tikar dengan sendirinya.
Keempat, berdasarkan penelitian BNN RI, setiap harinya 40-50 generasi bangsa Indonesia meninggal dunia karena narkoba. 1,2 juta jiwa sudah tidak bisa dilakukan rehabilitasi, karena kondisinya yang terlalu parah. Langkah merehabilitasi penyalah guna dan pecandu narkoba adalah salah satu langkah agar bangsa Indonesia tidak kehilangan generasinya kembali.
(Delly.M)