STN

“Syarat pertama adalah birokrasi kita harus satu suara. Baru kritik kita itu di dengar Malaysia”

Jakarta, Metropol – Negara Jiran Malaysia, tak henti-hentinya menciptakan kondisi berseturuan dengan Indonesia. Kali ini, Malaysia dengan kapal perangnya memasuki wilayah Ambalat yang berada di Kalimantan Utara. Dan bisa dikatakan melanggar perjanjian kesepakatan batas wilayah 2 negara di Ambalat.

Panglima TNI menyatakan, sebelum mengikuti rapat paripurna di kantor Presiden di Jakarta waktu itu, bahwa sudah ada kesepakatan masalah Ambalat. “Yang intinya harus saling menjaga kedaulatan tersebut,” kata Moeldoko kepada wartawan.

Namun, kesepakatan itu telah dilanggar dan tidak dipatuhi. Tindakan pihak pemerintah dalam hal ini. TNI, Panglima mengatakan, akan meminta dulu klarifikasi dengan otoritas keamanan di Malaysia. Dan baru Indonesia akan mengeluarkan sikap tegas terkait masalah ini.

“Kita dalam dunia diplomasi, diawali yang soft dulu. Kenapa mesti begitu,” kata Moeldoko.

Upaya diplomasi yang telah dilakukan dan menghasilkan beberapa kesepakatan. Namun wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia di Ambalat kerap menjadi persoalan. Sepanjang 2015 saja, terjadi 9 kasus masuknya kapal Malaysia ke wilayah Ambalat.

Seiring dengan itu, reaksi keras pun munculnya dari DPR RI. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan, ada dua hal mendasar yang harus diperbaiki pemerintah dalam mengatasi pelanggaran batas ini. Pertama, sistim radar yang di miliki Indonesia masih lemah, sehingga membuat ruang terbuka dan menjadi sela mudahnya pesawat-pesawat asing masuk ke wilayah NKRI.

Baca Juga:  Panglima TNI Tandatangani MoU Pengamanan dan Pengawasan Kekayaan Negara

Kedua, regulasi hukum terkait penanganan pelanggar batas wilayah. Selama ini, pesawat ditangkap hanya dikenai denda dengan nilai yang tidak seberapa. Seperti kasus pesawat Cesna Singapura yang di denda 60 juta rupiah.

Sedangkan pengamat hubungan Internasional dari Univesitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, melihat bahwa seharusnya Indonesia mengambil kesimpulan tindakan Malaysia itu. Jangan sampai antara pemerintah dan legislatif serta TNI memberi pernyataan yang saling berseberangan.

“Saat kita menyatakan, Malaysia melanggar atau tidak. Syarat pertama adalah birokrasi kita harus satu suara. Baru kritik kita itu di dengar Malaysia,” kata Teuku Rezasyah kepada wartawan.

Selain itu kata Teuku. Kita wajib memiliki bukti kuat terkait indikasi pelanggaran perbatasan oleh militer Malaysia. Ia menyatakan, cara demikian pernah dipakai Jepang untuk menunjukan kepada dunia International pelanggaran batas yang dilakukan kapal-kapal Cina. Sehingga Cina sendiri tidak mau lagi menciptakan provokasi lebih jauh.

Dari pihak pemerintah sendiri melalui Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edy Purdjitno menyampaikan, Pemerintah RI ingin membahas penyelesaian sejumlah titik tapal batas. Namun belum bisa terealisasi lantaran masih menunggu kesediaan Malaysia.

Baca Juga:  Panglima TNI Hadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2024

Di sisi lain, jika penyelesaian tak juga terjadi, dikhawatirkan Malaysia akan lebih “hobi” lagi melanggar batas, seperti yang terjadi sejak awal 2015 hingga saat ini di Kalimantan Utara.

Dari informasi Pangkalan Landasan Udara Kota Tarakan, Kalimantan Utara, tercatat sembilan kali kapal perang maupun pesawat Malaysia memasuki wilayah RI tanpa izin.

Jelas hal itu membuat pemerintah RI protes keras. Tapi reaksi sementara untuk saat ini, seperti yang disampaikan Menteri Tedjo, pemerintah masih ingin menempuh jalur diplomatik, dengan melayangkan nota protes.

“Kita akan membuat nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia, soal pelanggaran wilayah perbatasan dengan memasuki wilayah Indonesia di Nunukan,” kata Menteri Tedjo.

Namun selain menempuh jalur diplomatik, pemerintah terus memperketat penjagaan perbatasan. Salah satunya dengan menempatkan pesawat tempur di Lanud Kota Tarakan dan juga menambah armada laut di sekitar perairan Kalimantan Utara.

“Indonesia terus memperkuat pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan (RI-Malaysia) dengan menambah alutsista di udara, maupun di laut demi menjaga kedaulatan negara,” tandas mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) tersebut.

(Kamal)

 

 

KOMENTAR
Share berita ini :