Blitar, Metropol – Kelakuan tidak terpuji yang dilakukan oleh BS selaku oknum Kepala Desa Tulungrejo Wates semakin menambah kekesalan warga Desa Tulungrejo Kecamatan Wates Kabupaten Blitar.
Selain tindakan asusila dengan hidup seatap bersama istri orang tanpa ikatan pernikahan yang sah dan tanpa memperdulikan kekecewaan warga yang tidak menginginkan desanya dikotori oleh perbuatan bejat sang Kades. Disinyalir BS juga telah melakukan berbagai tindakan penyalahgunaan jabatan yang disandangnya untuk kepentingan pribadi.
Salah satu dugaan penyalahgunaan wewenang yang dialamatkan kepada BS adalah penarikan retribusi warga pengelola tanah yang ternyata merupakan asset Pemkab seluas kurang lebih 52 hektar. Perihal keberadaan tanah asset Pemkab tersebut sebelumnya telah dikonfirmasi kepada BPKAD Kabupaten Blitar yang menyebutkan memang betul, bahwa Pemkab Blitar memiliki asset berupa lahan seluas 60-an hektar di Kecamatan Wates. Tepatnya di Desa Tulungrejo yang berbatasan dengan lahan milik Perhutani.
Namun ia menjelaskan bahwa hingga saat ini tidak pernah ada perjanjian sewa menyewa asset antara Pemkab dengan pihak lain, dikarenakan insiatif pertemuan untuk mengadakan perjanjian penyewaan asset yang sebelumnya pernah dijadwalkan dengan pihak setempat dibatalkan sepihak tanpa ada keterangan beberapa bulan lalu.
Pihak BPKAD selaku badan yang mengelola asset Pemkab Blitar merasa dilangkahi oleh Kades Tulungrejo yang menarik iuran kepada para penggarap yang tidak pernah diketahui asal-usulnya sebelumnya. Warga yang menggarap tanah asset Pemkab tersebut disinyalir merupakan penggarap illegal yang tidak mengetahui, bahwa tanah yang mereka garap adalah milik Pemkab Blitar yang tidak memiliki kerjasama dengan pihak manapun terkait pengelolaan tanah tersebut.
Para penggarap ditarik iuran mulai Rp 250 ribu hingga Rp 1,4 juta dengan mengisi formulir bertuliskan ‘Daftar Penggarap Tanah Pemda’ dengan menuliskan nama penggarap, alamat serta luas tanah, kelas dan nominal per hektar. Warga pun turut mempertanyakan dasar penentuan kelas tanah dan besaran nominal per hektar serta kemana larinya dana retribusi yang ditarik oleh BS. Padahal BPKAD sebelumnya telah dengan tegas menyatakan bahwa tidak pernah ada MoU dengan pihak manapun terkait status penyewaan tanah asset Pemkab Blitar yang berada di Desa Tulungrejo tersebut. Sehingga tentunya jika kemudian ada penarikan dana atas nama retribusi atau apapun yang dilakukan tanpa sepengetahuan pihak BPKAD selalu Badan yang resmi mengelola asset Pemkab Blitar. Permasalahan tersebut perlu dipertanyakan secara serius oleh pihak yang berwenang.
Jika sudah demikian adanya, dengan tambahan laporan warga terkait penyalahgunaan tanah asset Pemkab yang diduga tidak sesuai prosedur dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas, masihkah seorang Budi Santoso layak memimpin Tulungrejo dengan kecacatan moral dan sederet penyimpangan lain yang dilakukannya terhadap warga Tulungrejo? (Tim)