SRB 2

Jakarta, Metropol – Batasan keamanan nasional sesuai pendekatan normatif yuridis, di dalam beberapa peraturan perundang-undangan menyatakan kepentingan nasional merupakan suatu pendekatan yang bertujuan menjaga stabilitas politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Semua ini adalah kondisi untuk tetap tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Terjaminnya kelancaran serta keamanan pembangunan nasional. Selain itu juga dilaksanakan secara terpadu (integrated) dan bersifat komprehensif untuk melindungi kepentingan bersama dari berbagai macam ancaman dan gangguan.

Dari sudut pandang sasaran ancaman tidak terbatas gangguan terhadap keamanan wilayah negara, tetapi juga sudah menyangkut ancaman di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan. Kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara, komponen bangsa dan penyelenggara yang memenuhi kebutuhan dasar, dan sekaligus menjaga kelangsungan hidup manusia serta mendukung terselenggaranya pembangunan dalam meningkatkan kesejateraan masyarakat.

Pengamanan wilayah perbatasan NKRI sejatinya bukan masalah pertahanan keamanan saja melainkan menyangkut masalah politik, hukum, ekonomi, sosial budaya kesejatraan dan lingkungan hidup. Wilayah perbatasan tak terkecuali di Propinsi Kalimantan Utara (Kaltara) merupakan kawasan wilayah strategis nasional yang menjadi program prioritas baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota.

Menyikapai strategisnya Wilayah Perbatasan dalam bingkai NKRI, mantan Pangdam VI Mulawarman Mayjen TNI Purnawirawan H. Dicky Wainal Usman, S.IP., M.Si memiliki gagasan yang sangat brilian untuk membangun komunitas masyarakat di perbatasan Kaltara. Kepada Metropol Jenderal bintang dua kelahiran Makassar 58 tahun silam mengatakan sebagai salah satu serambi terdepan, kesejahteraan masyarakat Kaltara merupakan hal yang wajib diwujudkan, terutama pemenuhan kebutuhan dasar. Yakni infrastruktur, pendidkan, kesehatan dan penghidupan yang layak.

Menurutnya, pembangunan Bumi Etam membutuhkan perpaduan keamanan wilayah dengan kesejahteraan rakyat harus dijalankan secara paralel dan simultan. Olehnya itu dirinya selalu merangkul segenap komponen bangsa melalui audensi, temu ramah, dialog ataupun kunjungan-kunjungan ke masyarakat hanya untuk mendengarkan keluhan rakyat. Menyoroti pemenuhan kehidupan yang layak bagi masyarakat khususnya petani di perbatasan Kalimantan Utara, alumnus Akabri bagian darat 1980 ini telah memiliki konsep pemberdayaan melalui program transmigrasi perbatasan. Konsep transmigrasi ini adalah membangun satu peradaban Indonesia di wilayah perbatasan.

“Nuansa ke Indonesiaan harus kental di wilayah perbatasan sehingga terbangun kebihnekaan dalam rangka mengikis primordialisme,” ujar Magister Kebijakan Publik ini saat ditemui dikediamannya (23/03/2015).

Diuraikannya program transmigrasi ini menempatkan 15 orang dalam setiap unit transmigrasi yang terdiri dari 2 orang militer, transmigrasi yang sudah mencapai usia pensiun. Sedangkan 13 orang lainnya merupakan masyarakat biasa. Dikatakannya lagi 13 masyarakat biasa ini diambil dari 10 orang penduduk pribumi sedangkan 3 orangnya merupakan transmigran asal luar pulau Kalimantan. Ditambahkannya tiap orang transmigrasi akan memperoleh lahan seluas 4 Hektar yang telah disiapkan oleh investor dari awal sampai pasca panen.

“Dari metode tersebut diharapkan 1 orang transmigrasi akan memperoleh penghasilan perbulan minimal sepuluh juta rupiah,” jelasnya lagi.

Dikatakannya hasil ini sebesar itu diyakininya mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup tiap-tiap orang ataupun masing-masing rumah tangga transmigran.

“Selain itu dengan program transmigrasi seperti ini dapat memberikan efek ganda yaitu menarik saudara-saudara kita yang masih berada di Malaysia terutama mereka yang sudah telanjur direkrut sebagai askar wataniah mau bergabung dengan saudara-saudaranya di perkebunan pola ini,” harapnya lagi.

Pada kesempatan tersebut Alumnus Lemhanas 2008 ini juga mengatakan, pentingnya pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan kecil, karena mereka telah memberikan sumbangsih yang besar dalam ketahanan pangan. Menurutnya saat ini kehidupan mereka sebagian besar masih di bawah garis kemiskinan, sehingga membutuhkan peran pemerintah untuk mendapatkan akses yang baik dalam setiap perumusan pengambilan kebijakan (policy).

“Biar mereka tidak terbelakang terus, masyarakat pesisir dan nelayan harus mendapatakan perhatian serius dari pemerintah. Apalagi tahun 2015 ini kita telah memasuki era komunitas Masyarakat Ekonomi Asean,” tutupnya. (MD/ABN)

KOMENTAR
Share berita ini :