Jakarta. Metropol – Akhir tahun 2014. PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau IPC menggelar diskusi akhir tahun membahas isu-isu seputar kepelabuhan. Acara diskusi yang dihadiri oleh stakeholder IPC dari berbagai kalangan, meliputi asosiasi, perusahaan pelayaran dan anak perusahaan IPC dipimpin langsung oleh Direktur Utama IPC R.J Lino. Pembahasan kali ini adalah isu-isu hangat seputar kepelabuhanan mulai dari isu-isu monopoli di pelabuhan, upaya penurunan biaya logistik nasional serta modalitas transportasi sebagai penunjang kelancaran arus barang.
Presiden Jokowi telah mencanangkan konsep poros maritim dan tol laut Indonesia sebagai negara kelautan dapat sejajar dengan negar-negar lain di dunia. IPC sangat mendukung gagasan tersebut. Terutama untuk menurunkan biaya logistik nasionalyang masih tinggi. Saat ini, biaya logistik Indonesia memekan porsi 24,6% dari Produk Domestik Bruto/GDP dan bila dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya biaya logistik di Indonesia adalah yang tertinggi. Porsi terbesar dari komponen biaya logistik yang tinggi ini terutama disumbang oleh kurangnya keterandalan, sehingga menyebabkan stock inventory yang mahal/tinggi serta porsi moda transportasi darat yang masih dominan dimana biaya transportasi darat 10 kali lebih mahal dari moda transportasi laut.
Dari sisi modal jalur laut, IPC berencana akan memanfaatkan kanal (water way) yang ada sepanjang 40km dari tanjung priok ke kawasan industri Cikarang Jawa barat (jalur Cikarang-Bekasi-Laut) dengan estimasi baiaya kurang dari Rp. 1 triliun. Kanal tersebut nantinya akan menjadi jalur transportasi yang bisa dilewati kapal dari tongkang di wilayah Cikarang (Cikarang inland water way). IPC berupaya mengurangi penggunaan truk angkut dari pelabuhan ke kawasan industri karena selain mengakibatkan kemacetan di dalam kota juga berbiaya tinggi. Proyek ini akan menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kemacetan di jalur darat yang selama ini membelenggu Jakarta dan sekitarnya.
IPC menginginkan khusus untuk Pulau Jawa yang menjadi pusat konsentrasi industri dan konsumsi agar digalaakan untuk adanya pola angkutan barang melalui laut. Dimana 90% dari barang yang didistribusikan intra kota di Pulau Jawa diangkut melalui darat yang highly subsidized dan hanya 9% saja yang melalui laut. Berdasarkan studi dari Mc Kinsey Global Institute, sebuah lembaga riset internasional yang menyebabkan, “Apabila kita dapat mengalihkan 50% saja pola distribusi barang intra Pulau Jawa-Suamatra dari angkutan darat ke angkutan laut, maka ada penghematan biaya logistik sebesar 3,69% dari GDP. Tidak kalah penting untuk digaris bawahi bahwa 44% dari total biaya di Indonesia disumbang oleh Inventory Carrying Cost akibat dari rendahnya keterandalan bagi pemasok barang dan disparitas yang lebar dari waktu tunggu,” kata Lino.
Gagasan informasi logistik kemaritiman yang disampaikan oleh IPC menyentuh hal-hal yang mendasar bagi perbaikan layanan dan fasilitas serta quick wins untuk mendukung program tol laut, antara lain meliputi perbaikan hard dan soft infrastructure, rekonfigurasi lahan serta penamabahan alat akan meningkatkan kapasitas Pelabuahan Tanjung Priok pada tahun 209 sebesar 3,6 juta TEUs dan proyeksi pada tahun 2015 akan menjadi 10 juta TEUs hanya dengan melakukan rekonfigurasi lahan dan perbaikan dari sisi operasi. Tidak kalah penting dan hal paling cepat yang dapat dilakukan adalah perbaikan soft infrastructure, mulai dari change management, sistem birokrasi yang disederhanakan, hingga penyediaan truck booking system, sistem pengolahan kontainer OPUS. Auto Gate serta layanan pelabuhan.
Dalam rangka mewujudkan tol laut. IPC telah melakukan perbaikan dari sisi soft infrasturcture yang membantu meningkatkan produktifitas dan menekan dwelling time. Sedangkan dari sisi hard infrastructure. IPC mencanagkan pembangunan pelabuhan baru, pengembangan pelabuahan yang ada serta re-modeling pelabuahan yang ada dimana program ini membutuhkan dana kurang lebih USD4 miliar untuk periode 2015-2019.
“Reformasi logistik kemaritiman ini perlu segera ada tindakan yang riil untuk mendukung terlaksananya program pemerintah. Sektor maritim kita sudah jauh tertinggal dibawah negara-negara ASEAN lain. Berdasarkan data World Shipping Council 2013. Pelabuhan Tanjung Priok menduduki urutan ke-22 di bawah pelabuhan di Singapura dan Malaysia. Terlebih, dalam menghadapi persaingan pasar bebas di tahun 2015. Kita harus menyikapi dengan cerdas agar tidak kehilangan peluang dan pasar. Konstribusi perbaikan layanan pelabuhan seperti kemudahan fasilitas, transaksi dan birokrasi lebih singkat akan meningkatkan service level. Jika itu terjadi, peran pelabuhan memberikan kontribusi yang cukup signifikan sebesar 0.31% terhadap GDP Indonesia dengan catatan semua pihak harus bekerja sama dan menghilangkan ego sektoralnya,” tutup Direktur Utama IPC R.J Lino. (Delly M)