“Peran utama seorang cerdik pandai atau penasihat raja”
Jakarta, Metropol – Seorang Petinggi Polri dan juga Ketua Umum dari Kebugis yaitu Irjen Pol. M. Said Saile ternyata memiliki catatan yang tersimpan dalam hatinya. Catatan hati tersebut ia buat dalam sebuah goresan tinta yang berjudul “Nene’ Mallomo“.
Goresan tinta ini dalam bentuk artikel, sebagai pesan untuk mengingatkan adanya sebuah nasehat kepada para pembantu Raja atau Presiden atau juga Pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan yang jujur dan bijaksana, karena menurutnya jika seorang Pemimpin di kelilingi banyak Nene Mallomo, maka negara ini akan arif dan bijakasana. Inilah goresan tinta tersebut ;
“Nene’ Mallomo“
“Resopa Temmangingngi Malomo Naletei Pammase Dewata; Naiya Ade’ Temmakkeana,’ Temmakeappo; sifat-sifat utama orang Bugis Sidrap: macca, malempu, magetteng, warani, mapato, temmapasilengang dan deceng kapang; dan 5 falsafah orang Bugis Sidrap: massappa, mabbola, mappabotting, mappatarakka haji dan mattaro sengareng”.
Kutipan-kutipan di atas adalah penggalan ucapan dan nasehat almarhum La Pagala alias La Makkarau atau lebih populer disebut Nene’ Mallomo. Seorang cerdik pandai atau panrita yang terekam dalam sejarah Sidrap yang disebut pabbicarae atau mungkin sekarang lebih cocok di sebut penasihat, kabag humas atau staf ahli Bupati. Sedangkan pada tingkat negara di sebut juru bicara presiden atau diplomat.
Sejarah hidup Nene’ Mallomo belum banyak di ungkap oleh ahli sejarah. Tapi kuat dugaan ia hidup sekitar abad ke XVI Masehi era Pemerintahan La Patiroi Addatuang Sidenreng. Kuburan Nene’ Mallomo di duga ada di Allakuang Kecamatan Maritengngae yang wafat tahun 1654.
Peran utama seorang cerdik pandai atau penasihat raja atau staf ahli atau kepala bagian humas seorang bupati sekelas La Pagala atau La Makkarau adalah merumuskan pangadereng atau konsep pemerintahan yang meliputi keseluruhan tata tertib, pedoman hidup dan kehidupan, baik dalam kehidupan berumah tangga maupun dalam bermasyarakat kata Almarhum Muhammad Salim seorang pemerhati, penerjemah dan kolektor Lontaraq Bugis Sidrap tahun 1984.
Ungkapan pengertian pangadereng sebelum Muhammad Salim adalah dari almarhum Prof. Dr. Mattulada yang menyebutkan bahwa seluruh komponen pangadereng itu dibungkus oleh satu istilah ikatan yang melatarbelakanginya, di sebut siri’. Kata “siri” secara harfiah berarti harga diri.
Dalam sejarah ke-panritaan atau staf ahli kerajaan era Nene’ Mallomo terkenal lima nama yang melegenda dan mewakili wilayah kerajaannya. Kajao Laliddo dari Bone, Puang ri Maggalatung dari Wajo, Topacaleppang dari Soppeng, Maccae dari Luwu, Boto Lempangeng dari Gowa, dan Nene’ Mallomo atau La Pagala dari Sidrap.
Mereka ini bertugas memberi nasihat dan pertimbangan-pertimbangan hukum dan adat (ade’) kepada raja ketika itu tanpa bias dan interest pribadi. Mereka adalah figur yang berintegritas dan taat beragama. Nene’ Mallomo tercatat juga sebagai penyebar Islam dan memegang teguh prinsip kejujuran hukum di Sidrap. Ketika anaknya kedapatan mencuri kayu dan alat bajak sawah orang lain. Nene’ Mallomo pun murkah dan menjatuhkan hukuman pancung kepada putranya. Sebuah panrita dan penasihat raja yang telah menjadi teladan dan dikenang oleh sejarah. Seorang tokoh yang melegenda.
Sidrap kini dipimpin oleh Pasangan dwi putra terbaiknya H. Rusdi Masse dan H. Dollah Mando. Kita berharap beliau-beliau didampingi oleh penasihat dan staf ahli yang memiliki sifat-sifat kejujuran dan integritas seperti yang dimiliki oleh Nene’ Mallomo, agar dapat memberi masukan dan konsep-konsep yang berguna untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berkesinambungan demi peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat Sidrap hari ini dan esok. Semoga. Penulis bisa dihubungi: saidsaile@gmail.com.
(Yuyung)