“Angka penyalahgunaan narkotika di tahun 2015 akan meningkat”
Jakarta, Metropol – Kejahatan Narkoba adalah musuh bersama seluruh bangsa Indonesia. Penyalahgunaan Narkoba terbukti telah merusak masa depan bangsa, baik dari segi kesehatan maupun tatanan sosial. Oleh karena itu, Narkoba merupakan ancaman yang sangat serius bagi keberlangsungan kehidupan generasi bangsa Indonesia yang sehat, produktif, dan berdayasaing.
Sebagai vocal point dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika (P4GN) Badan Narkotika Nasional (BNN) memberikan apresiasi terhadap seluruh komponen bangsa yang turut andil dalam upaya membebaskan Indonesia dari bahaya Narkoba. Seperti yang dilaksanakan BNN dengan memberikan penghargaan kepada Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya atas dedikasinya dalam mengungkap kasus penyelundupan 360 kilogram sabu di wilayah Pluit, Jakarta Utara yang disinyalir merupakan jaringan sindikat Hongkong pada 10 Juli 2015 lalu dengan tersangka berinisial CT (39, WNA) dan MW (34, WNI).
Penghargaan tersebut disampaikan secara langsung oleh Kepala BNN Anang Iskandar saat pelaksanaan apel pagi para personel di lapangan Polda Metro Jaya. Selain itu, pada kesempatan ini Kepala BNN juga memberikan pengarahan kepada para personel apel pagi dengan menyampaikan beberapa penekanan. Diantaranya mengenai kondisi darurat Narkoba yang kini sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Menurutnya, politik hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah menyebutkan secara jelas untuk melindungi dan mencegah masyarakat dari penyalahgunaan Narkoba. Selain itu undang-undang ini juga telah menjamin hak para penyalah guna dan pecandu Narkoba untuk mendapatkan kesempatan rehabilitasi medis dan sosial. Namun secara empiris, masih banyak penyalah guna Narkoba yang dipenjarakan. Oleh karenanya di awal tahun ini, pemerintah yang diinisiasi oleh BNN, telah mengeluarkan kebijakan rehabilitasi bagi 100 ribu penyalah guna Narkoba. Sesuai dengan arahan Presiden RI, target rehabilitasi ini akan terus ditingkatkan tiap tahunnya.
Upaya rehabilitasi ini tentunya membutuhkan anggaran yang besar. Sementara jumlah APBN sangat terbatas. Oleh karenanya penyitaan aset tindak pidana Narkotika perlu dimaksimalkan, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sendiri telah diberlakukan pembuktian terbalik bagi mereka yang disangkakan.
Menyikapi kondisi darurat Narkoba seperti ini, maka tidak ada pilihan lain bagi kita selain menyatakan perang terhadap kejahatan Narkoba. Tidak hanya BNN, namun diperlukan peran serta dari semua pihak. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh para pihak adalah dengan mengedepankan langkah pencegahan secara berkesinambungan dari pusat hingga daerah secara terukur dan berkelanjutan. Kemudian adanya peningkatan jumlah penyalah guna yang akan direhabilitasi. Jika tahun ini pemerintah memiliki target rehabilitasi sebanyak 100 ribu penyalah guna, maka tahun depan akan meningkat menjadi 200 ribu dan seterusnya. Selanjutnya adalah adanya keberanian dalam penegakan hukum, serta senantiasa memperkuat kerjasama antar lembaga dan komunitas internasional.
Ke depan BNN memperketat kerjasama dengan instansi Provinsi DKI Jakarta dan Polri, dalam rangka memenangkan perang melawan Narkoba.
Kepala BNN Komisaris Jenderal Anang Iskandar mengatakan, saat ini Indonesia sedang dalam kondisi darurat narkoba. Sehingga, pengungkapan tersebut menjadi angin segar bagi keberlangsungan kehidupan generasi bangsa Indonesia.
“Ini penghargaan dari pemerintah, yang berhasil mengungkap narkoba dengan jumlah yang signifikan dan ini merupakan jaringan internasional. itulah kenapa kami atas nama pemerintah memberikan penghargaan ini,” ujar Anang di Lapangan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (28/7).
Anang menuturkan, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah menyebutkan jelas untuk melindungi dan mencegah masyarakat dari penyalahgunaan narkoba. Oleh karena itu, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, di 2015 BNN telah mengeluarkan kebijakan rehabilitasi bagi 100 ribu penyalahguna narkoba.
Lebih lanjut, Anang menjelaskan, total pengguna di Indonesia mencapai empat juta jiwa. Sehingga, perlu penanganan serius jika Indonesia ingin bebas narkoba.
“Sumber masalah adalah penyalahgunaan. Kalau tidak ada penyalahgunaan, tidak akan ada bandar internasional atau mengisi kebutuhan empat juta orang itu,” ujarnya.
Anang mengungkapkan, BNN berharap adanya peningkatan kerja sama antara BNN Provinsi Jakarta dengan Polda Metro Jaya dalam rangka memenangkan perang melawan narkoba. Oleh karena itu, ia berharap, pemberian penghargaan ini menjadi momentum dan stimulus bagi seluruh elemen penegakan hukum untuk membebaskan bangsa dari belenggu narkoba.
Di kesempatan yang sama, Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Eko Daniyanto mengatakan, penghargaan yang diberikan BNN kepada sebagai bentuk dedikasi bagi staf dan jajarannya yang telah bekerja maksimal memberantas peredaran narkoba di ibu kota.
“Pengungkapan narkoba kemarin merupakan kado terindah bagi Kepolisian. Saya sudah yakinkan kepada anggota perlu menanamkan ketelatenan dalam menidak segala macam bentuk perdaran narkoba,” ujarnya.
“Indonesia dalam kondisi darurat narkoba dan tidak ada ampun bagi pengedar dan pemasok narkoba,”. Pernyataan tersebut kerap disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam setiap kesempatan menanggapi maraknya kasus narkoba di Indonesia, termasuk eksekusi mati bagi terpidana kasus narkoba. Tidak hanya presiden, Badan Narkotika Nasional pun melengkapi pernyataan tersebut, seperti disampaikan Analis Deputi Bidang Rehabilitasi BNN, Susanti Lengkong, berdasarkan data BNN, sejak 2008 narkoba telah menyebar di seluruh kabupaten dan kota di 33 provinsi. Artinya, tidak ada daerah yang bebas dari peredaran narkoba.
Dimana peredaran narkoba yang telah hampir merata di seluruh provinsi di Indonesia, membuat jumlah pemakai narkoba meningkat dari tahun ke tahun. Data terakhir dari hasil penelitian Puslitkes UI dan BNN disebutkan bahwa tahun 2014, jumlah pengguna narkoba di Indonesia sudah mencapai angka 4,1 juta orang. Dengan bahasa lain ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang dari mereka yang berusia 10-59 tahun masih atau pernah mengkonsumsi narkoba di tahun 2014.
Lalu bagaimana di tahun 2015? Masih dari hasil penelitian BNN dan Puslitkes UI disebutkan, angka penyalahgunaan narkotika di tahun 2015 akan meningkat, yakni mencapai 4,33 juta orang. Dari pengguna juga memperlihatkan peningkatan, yakni laki-laki dari 3 juta orang di ahun 2014 naik menjadi 3,2 juta orang dan perempuan dari 1 juta orang, naik menjadi 1,1juta orang di tahun 2015.
“Peredaran narkoba saat ini tidak hanya berada di perkotaan. Narkoba juga telah beredar luas di pedesaan dan wilayah terpencil. Penggunanya juga bukan hanya remaja dan orang dewasa, anak-anak usia sekolah juga banyak yang menjadi korban,” kata Analis Deputi Bidang Rehabilitasi BNN, Susanti Lengkong,
Prediksi meningkatnya jumlah pengguna narkoba yang mencapai 4,3 juta di tahun 2015 hingga 5 juta orang pada 2020 atau dalam lima tahun ke depan tentu akan menjadi masalah serius. Terlebih, sampai saat ini, Indonesia sangat minim tempat rehabilitasi yang hanya bisa menampung 18 ribu orang korban penyalahgunaan narkoba.
Di sisi lain, perkiraan meningkatnya jumlah pengguna narkoba memang tidak lepas dari bagaimana proses mendapatkan ‘barang haram’ tersebut. Terlebih, nilai transaksi narkoba yang begitu menggiurkan juga menjadi pemicu maraknya peredaran narkoba.
Peredaran narkoba, dapat dilakukan dari berbagai jalur, baik darat, laut maupun udara. Sumber narkoba kebanyakan berasal dari luar negeri, dari wilayah Asia, Eropa, Afrika dan Amerika. Narkoba ada yang masuk langsung dari negara asalnya atau transit terlebih dahulu lewat negara tetangga, yaitu Malaysia.
Cara transaksi pun dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti face to face, transaksi via kurir, pembelian langsung ke peredaran narkoba, sistem tempel atau sistem ranjau, yakni di mana pembeli memesan narkoba dengan cara menelpon ataupun sms yang berisi jenis dan jumlah barang kepada bandar tanpa harus bertemu langsung, serta sistem lempar lembing di mana tranasaksi ini biasa ditemukan pada transaksi narkoba di penjara (Lapas), yaitu, pembeli memesan narkoba pada Bandar yang ada di dalam lapas dengan cara sms atau telepon. Pembeli akan menunggu di balik tembok lapas pada sudut tertentu yang sudah disepakati waktu dan tempatnya, kemudian Bandar akan melemparkan narkoba yang dipesan dari dalam lapas.
Maraknya peredaran narkoba yang berdampak terhadap meningkatnya jumlah pengguna narkoba tentu tidak lagi bisa dianggap remeh. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyelahgunaan dan peredaran gelap narkoba harus terus ditingkatkan. Hukum harus ditegakkan. Tak ada ampun bagi pengedar narkoba di Indonesia seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi mereka yang mencoba bermain-main dengan barang haram ini.
(Deni. M)