Barang bukti dalam rilis pengungkapan kasus sindikat tindak pidana perdagangan orang di kantor Bareskrim Polri, Selasa (23/4).
Jakarta, NewsMetropol – Kepala Biro Penmas Humas Polri Brigjen Pol Muhammad Iqbal mengatakan PT Kensur Hutama memiliki peran dalam dugaan Tindak Pidana Perdagangan OrangĀ (TPPO) dengan modus Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural ke Timur Tengah.
Kata dia, indikasi keterlibatan PT Kensur Hutama dikuatkan dengan beberapa barang bukti yang disita oleh aparat yakni 4 bundel laporan bulanan PT. Kensur Hutama, 1 buah CPU (Central Processig Unit) merk Samsung, 1 buah staf stempel cap PT. Kensur Hutama, 1 buah staf stempel cap BNP2TKI, 1 buah staf stempel bintang lima, 1 buah kamera merk Canon, 1 buah laptop merk Lenovo warna hitam, yang ditemukan di Kantor PT Kensur Hutama, Jakarta, dan di rumah tersangka Ali Idrus dan Majikan Yuyun Salmiati di Jeddah.
“Juga adaĀ Ā Ā 4 lembar boarding pass korban atas nama Yuyun salmiati binti Wajedi, 1 lembar ticket (Jakarta-Lombok) atas nama Ny. Yuyun Salmiati, unit handphone, 2 buah buku tabungan, 1 buah simcard Telkomsel, 3 buah kartu ATM (Automatic Teller Machine) dan 32 paspor,” sebut Iqbal dalam releasenya kepada Kantor Redaksi NewsMetropol, Senin (23/4).
Lebih jauh Karo Penmas menuturkan, kronologi pengungkapan kasus yabg terjadi dalam kurun waktu Agustus 2017 sampai Maret 2018 itu berawal pada saat Yuyun Salmiati direkrut dan dijanjikan bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Saudi Arabia oleh tersangka H. Sahman pada medio Agustus 2017 lalu.
“Tersangka H. Sahman juga mengurus semua dokumen, tes kesehatan dan kesiapan keberangkatan korban di NTB,” ujarnya lagi.
Selnajutnya kata Iqbal, tersangka H. Sahman menghubungi dan mengirim data korban kepada tersangka Muhammad Reza untuk di teruskan kepada tersangka Ali Idrus (PT. Kensur Hutama) dengan mengirimkan sejumlah uang untuk proses pengiriman korban dari NTB ke Jakarta kepada Tersangka Muhammad Reza.
“Kemudia tersangka Muhammad Reza mengirimkan uang ke tersangka H. Sahman untuk mengurus operasional di NTB. Sesampainya di Jakarta korban di tampung oleh PT. Kensur Hutama selama 1 minggu dan kemudian di pindahkan kerumah tersangka Ali Idrus selama 2 minggu dan selanjutnya korban diberangkatkan ke Riyadh,” terang Brigjen Iqbal.
Lanjutnya, pada tanggal 31 Januari 2018 korban dipekerjakan sebagai PRT di Riyadh dengan menggunakan visa cleaning service namun setelah beberapa hari di Riyadh korban dikirim ke rumah majikan barunya di Jeddah untuk bekerja sebagai PRT.
Selama satu tahun korban bekerja kata dia, perlakukan yang diterimanya tidak manusiawi seperti menjadi korban pelecehan seksual oleh majikannya.
“Korban melarikan diri dan melapor ke kantor KJRI Jeddah Arab Saudi sehingga dipulangkan kembali ke Indonesia,” imbuhnya.
Sesampainya, di Jakarta paada tanggal 3 Maret 2018, korban di .jemput oleh tersangka Muhammad Reza dan dimintai pasportnya atas perintah tersangka Ali Idrus lalu korban diberikan tiket untuk pulang ke Lombok Nusa Tenggara Barat.
“Modus oependinya adalah korban dijanjikan akan dipekerjakan sebagai PRT di Riyadh dengan menggunakan visa cleaning service sesampainya di Riyadh korban dialihkan ke rumah majikan di Jeddah untuk bekerja sebagai PRT selama bekerja korban tidak menerima gaji serta mendapat perlakuan tidak manusiawi yakni pelecehan seksual oleh majikannya,” jelas Iqbal.
Dia menuturkan selama ini menjalankan para tersangka masing-masing H. Sahman telah memberangkatkan para korbanĀ sejumlah 100 orang, tersangka Muhammad Reza memberangkatkan para korbansejumlah 100 orang danĀ tersangka Ali Idrus memberangkatkan para korban sejumlah 710 orang.
“Para tersangka akan dikenakan 3 Pasal yaitu, Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (PTTPO) dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikit 120 juta paling banyak 600 juta, Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak lima belas miliar rupiah dan Pasal 86 huruf (b) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2017 tentang pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) jo pasal 55 ayat (1) ke (1e) KUH Pidana, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak lima belas miliar rupiah,” jelasnya.
Dia menambahkan peran para tersangka yakniĀ H. Sahman Bin H. Astan sebagai sponsor PL daerah Nusa Tenggara Barat, Muhammad Reza Bin Syarif Idrus alias Reza sebagai sponsor dan penghubung antara sponsor Nusa Tenggara Barat dengan pihak PT. Kensur Hutama dan Ali Idrus Bin Abdurohim alias Ali sebagai Komisaris dan Pemilik PT. Kensur Hutama.
“Kami telah memintai keterangan dan menahan ketiga tersangka untuk di jatuhkan hukuman, menyita barang bukti dan memulangkan korban ke NTB,” pungkasnya.
(M. Daksan)