“Tidaklah cukup hanya mengandalkan pemberantasan saja, melainkan harus menyeimbangkan demand dan supply”
Jakarta, Metropol – ASEAN Senior Officials on Drugs Matters (ASOD) kembali digelar. Acara tahunan yang melibatkan seluruh negara-negara di ASEAN ini diselenggarakan di Singapura, pada tanggal 24 – 26 Agustus 2015. Selain dihadiri oleh seluruh pimpinan ASOD, pertemuan ASOD yang ke-36 ini juga dihadiri oleh Sekretaris ASEAN dan mitra ASOD lainnya dari luar kawasan ASEAN.
Kepala BNN Anang Iskandar dalam sambutannya juga menegaskan, sangat perlu adanya penguatan komitmen kerjasama di antara negara-negara ASEAN.
“Menghadapi tantangan yang semakin berat dalam melawan Narkoba di tahun 2015 yang mengancam kesehatan, keamanan, serta kesejahteran masyarakat ASEAN ini, maka kita perlu untuk memperkuat kembali komitmen kerjasama serta terus menerus melakukan upaya yang tidak kenal lelah dalam melawan Narkoba melalui pendekatan yang lebih luas dan berimbang antara demand dan suplay,” ungkap kepala BNN dalam sambutannya.
Eka Wiediyantiningsih, peneliti dari Universitas Indonesia (UI) dalam artikel penelitiannya yang berjudul “Studi tentang kerjasama ASEAN dalam mengembangkan upaya penanggulangan lalu lintas perdagangan narkoba” menjelaskan, dengan adanya penguatan komitmen untuk lebih memperjelas kembali arah kebijakan kerjasama, pada dasarnya merupakan penjabaran dari deklarasi bersama pada The first ASEAN Conference on Transnational Crime pada 20 Desember 1997 di Manila Philippina.
Arah kebijakan tersebut antara lain untuk memperkuat komitmen negara anggota dalam memerangi kejahatan transnasional di tingkat regional; untuk mengkoordinasi kegiatan lembaga-lembaga ASEAN yang berkenaan dalam masalah Transnational Crime seperti ASCD dan ASENAPOL. Untuk memberikan dukungan teknis Panitia ad-hoc Expert Group menyelesaikan tugas Sekretariat ASEAN dalam menyusun ASEAN Plan of Action on Transnational Crime. Untuk melakukan law emporcement terhadap pelaku kejahatan transnasional, maka visi dan misi kerjasama ASEAN dalam memerangi kejahatan transnasional, khususnya dalam menanggulangi lalu lintas perdagangan narkoba yang mengancam human security di masing-masing negara anggota menjadi lebih jelas, terpola dan terpadu.
Kendala dalam penanggulangan kejahatan transnasional adalah penerapan prinsip non intervensi oleh masing-masing negara anggota ASEAN. Namun pada pertemuan AMM ke-31 kendala tersebut dapat diatasi dengan melakukan peninjauan kembali terhadap prinsip non-intervensi dan ditandatanganinya Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Hal terpenting dalam kesepakatan TAC adalah bahwa suatu negara dapat membuat kebijakan “enhanced interaction”, yakni kebijakan yang memungkinkan masing-masing negara yang mengadakan interaksi yang saling mendukung.
Implementasi Kerjasama Penanggulangan Lalu Lintas Perdagangan Narkoba di Negara-negara ASEAN pada umumnya berbasis pada tindakan penegakan hukum terhadap para pengedar narkoba yang menggunakan jalur darat, laut dan udara, serta terhadap penyalahguna narkoba. Di Negara-negara anggota ASEAN yang dikenal mempunyai kawasan produksi narkoba, implementasi kerjasama penanggulangan lalu lintas perdagangan narkoba lebih difokuskan pada upaya pembasmian terhadap penanaman opium, ganja dan produksi narkoba. Di Negara-negara anggota ASEAN lainnya fokus implementasi kerjasama penanggulangan lalu lintas perdagangan narkoba dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan pendidikan pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi terhadap para penyalahguna narkoba, terutama di kalangan remaja dan pelajar.
Untuk mengefektifkan kegiatan ini, Pemerintah di masing-masing Negara anggota ASEAN melibatkan peran serta masyarakat, terutama lembaga-lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan dan Iingkungan kerja. Di masing-masing Negara anggota ASEAN terdapat suatu badan atau lembaga nasional yang secara fungsional bertugas merumuskan kebijakan nasional, serta mengkoordinasikan pelaksanaan, strategi dan program penanggulangan lalu lintas perdagangan narkoba, serta penanganan terhadap masalah-masalah penyalahgunaan narkoba. Kerjasama regional dan internasional dilakukan oleh masing-masing Negara anggota ASEAN guna memperluas penggalangan sumber daya politik, ekonomi dan teknologi untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan lalu lintas perdagangan narkoba.
Peranan ASEAN Senior Officials on Drugs Matters (ASOD) secara umum, mekanisme kerjanya adalah membuat agenda, merencanakan proyek kerjasama terkait penanggulangan masalah narkoba, serta menghasilkan rekomendasi-rekomendasi dari hasil working group yang diwadahi oleh ASOD sendiri. Maka, tugas ASOD adalah menyelaraskan pandangan, pendekatan dan strategi dalam menanggulangi masalah narkoba, melalui konsolidasi. Selain dari pada itu, memperkuat upaya bersama di bidang penegakan hukum, penyusunan undang-undang, upaya-upaya preventif, kerjasama internasional dan peningkatan partisipasi organisasi-organisasi non-pemerintah, seperti LSM-LSM terkait yang memiliki akar yang kuat dalam masyarakat.
Mr. Masagos Zulkifli selaku Minister, Prime Minister’s Office Singapura dalam pembukaan ASOD tahun 2015 ini menyatakan, bahwa perang melawan Narkoba harus terus dilakukan, utamanya difokuskan pada bahan prekursor dan zat-zat yang tidak terdeteksi (new psycoactive substances) yang hingga saat ini masih beredar secara gelap. Masagos juga mengajak seluruh negara ASEAN untuk bersama-sama melakukan upaya pencegahan penyalahgunaan Narkoba.
Dalam upaya menangani kejahatan Narkoba. Anang Iskandar menjelaskan, bahwa belajar dari pengalaman masa lalu. Maka tidaklah cukup hanya mengandalkan pemberantasan saja, melainkan harus menyeimbangkan antara pemberantasan dan pencegahan atau dengan kata lain menyeimbangkan demand dan supply.
Hal tersebut merupakan kebijakan global dalam menghentikan laju peredaran gelap serta penyalahgunaan Narkoba. Upaya pencegahan dan rehabilitasi perlu dilakukan secara gencar di samping upaya pemberantasan yang dilakukan, dan dimana fokus pencegahan yang utama ditujukan kepada para remaja guna menghindari hilangnya generasi bangsa di masa depan.
(Delly M)