
Blitar, Metropol. – Dunia pendidikan di Kabupaten Blitar marak terjadi arogansi Kepala Sekolah, ataupun pengajar terhadap murid. Antar sesama pengajar dan pengurus sekolah. Dunia pendidikan memang marak dijadikan ladang berbagai tindak penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang, sehingga dapat merugikan citra dunia pengajar, rusak karena arogansi oknum Kepala Sekolah yang tidak bertanggung jawab.
Seperti yang terjadi di SDN 2 Surowadang Kabupaten Blitar. Enam orang Guru pengajar diberhentikan alias dipecat tanpa ada sebab yang jelas. Supre Liliosa yang menjabat sebagai Kepala Sekolah SDN 2 Surowadang, memberhentikan enam guru SDN 2 Surowadang dan sudah tidak lagi mengajar disekolah tersebut, padahal kebutuhan guru di SDN tersebut tidaklah cukup untuk mengajar 6 Kelas sekaligus. Hal ini disebabkan hanya beberapa guru saja yang saat ini tersisa yang harus mengajar.
Tenaga pengajar yang tersisa ialah, dua yang berstatus sebagai PNS dan satu guru mata pendidikan agama Kristen yang berangkatnya seminggu sekali serta satu orang Kepala Sekolah. Keberadaan sekolah tersebut sangatlah memperhatinkan dan harus mendapatkan perhatian khusus dari instansi terkait, karena jika ini dibiarkan sangatlah merugikan generasi penerus bangsa ini.
Enam guru yang keluar dari SDN 2 Surowadang tersebut adalah, Madan Efendi (anak Kepala Sekolah terdahulu), Agil asal Ploso Arang, Risma asal Bendo Ulung, Ika asal Bendo Gerit, Joko asal Desa Maron, serta Fina asal Kademangan Kabupaten Blitar. Mereka sengaja keluar dan tidak mengajar selain dipecat juga dengan alasan berbagai hal kebijaksanaan Kepala Sekolah. Mereka yang terlalu arogansi terhadap komite sekolah dan siswa.
Yang menariknya lagi adalah, tindakan Kepala Sekolah, yang meminta orang tua Wali murid dipungut biaya tambahan untuk les anak – anak mereka sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) per anak dalam satu bulan. Padahal les itu dilakukan di akhir mata pelajaran. Hal ini diduga sebagai Pungutan Liar (Pungli), di lingkungan sekolah tersebut.
Diketahui Kepala Sekolah dalam laporan pertanggungjawaban ke Dinas UPTDN ditolak, karena tidak memenuhi syarat. Bagaimana mungkin 2 Guru dan 1 Kepala Sekolah bisa mengajar 6 kelas sekaligus pada jam yang sama itu, ini menjadikan pertanyaan yang tidak masuk di akal.
Jumlah keseluruhan siswa SDN 2 Surowadang tersebut 40 siswa padahal dana BOSS yang diterima dari pemerintah untuk tiap–tiap sekolah SD sama, yaitu 80 siswa. Timbul pertanyaan baru. Dana BOSS ini untuk apa dan di alokasikan kemana rinciannya?. Juga tidak jelas, selama ini memang dana BOSS langsung di pegang oleh Kepala Sekolah, Bendahara, Sekretaris dan Komite Sekolah, hanya tanda tangan saja. Tidak mengetahui kemana perginya.
Mohon instansi yang terkait dapat memperhatikan hal tersebut, serta sesegera mungkin mengambil tindakan yang tegas. (IP)