Ilustrasi Jalan Tol Makassar. (Dok. MP).
Makassar, Metropol – Salah satu pihak Ahli Waris Ince Komala Versi Melayu yakni Erna Adryani mengatakan, klaim tanah di Jalan Tol Reformasi Makassar oleh ahli waris Ince Komala versi Tionghoa adalah hal yang mengada-ada dan tidak berdasar hukum.
Hal tersebut disebabkan karena mereka (Ince Komala versi Tionghoa) telah kalah dalam berbagai persidangan dan dalam perkara apapun.
Oleh karena itu, pihaknya berharap agar semua pihak mentaati keputusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat.
Erna juga mengatakan, bahwa semua pernyataan yang mencemarkan nama baik Ince Komala Versi Melayu yang menyatakan, semua dokumen Ince Komala Versi Melayu palsu itu “adalah tidak benar”.
Lanjut dia, hal itu disebabkan karena mereka telah merekayasa dengan membuat seakan-akan surat tersebut benar. Mereka merekayasa surat bahwa seakan-akan surat itu adalah surat yang kami miliki, padahal mereka tidak pernah melihat bukti surat yang kami miliki apalagi memilikinya.
Menurut dia, surat rekayasa itu dikirim ke Mahkamah Agung (MA) dan menanyakan apakah surat itu asli sehingga oleh MA sudah tentu akan menyatakan bahwa surat itu palsu dan menegaskan kalau MA tidak pernah mengeluarkan surat itu karena sebenarnya dokumen surat yang diperlihatkan oleh mereka ke MA adalah palsu.
“MA pasti menyatakan seperti itu karena memang surat itu mereka sendiri yang buat. Seperti itu modus mereka membuat opini” kata Ince Komala kepada Metropol melalui telepon selulernya, Senin (22/5)
Dia juga menuturkan, pihaknya memiliki bukti dokumen surat rekayasa yang mereka buat.
“Mereka menghilangkan kop surat, nomor surat, dia kirim kepada Ketua Pengadilan dan ingin menjebak Ketua Pengadilan agar Ketua Pengadilan mengeluarkan statement bahwa surat itu adalah palsu. Padahal sekali lagi mereka sendiri yang buat itu surat,” bebernya.
Dia juga membeberkan, bahwa selama ini dirinya telah melihat kezaliman yang diperlihatkan oleh mereka. Bahkan kezaliman tersebut, mereka perlihatkan dengan aksi anarkis dan aksi unjukrasa dengan melakukan penutupan akses Jalan Tol Reformasi secara sepihak.
Oleh karena itu, negara harus tegas dan menyatakan sikap bahwa negara harus bertindak sesuai aturan hukum yang berlaku.
“Kami berharap agar negara membayar ganti rugi berdasarkan hokum, bukan karena tekanan demonstrasi karena mereka membuat dan mempengaruhi opini masyarakat yang selanjutnya menekan pengambil kebijakan dengan aksi demonstrasi,” imbuhnya.
Dia menceritakan, bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat yang telah dimiliki oleh pihaknya sejak tahun 1942 silam. Oleh leluhurnya yang bernama Ince Mohammad Saleh, tanah tersebut didaftarkan kepada Pemerintah saat itu pada tahun 1958.
“Ince Komala Versi Melayu telah mendaftarkan tanah itu pada tahun 1958 oleh orang tua dari Ince Baharuddin yakni Almarhum Ince Mohammad Saleh,” katanya.
Sementara itu, sesuai aturan kepemilikan tanah pada saat itu kata dia, Sesuai dengan ketentuan warga negara asing tidak diperbolehkan memiliki tanah sebagaimana Ince Komala Versi Cina adalah warga non pribumi.
Perlu juga diketahui kata dia, Pemerintah saat itu membuka ruang bagi masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya pada periode tahun 1958-1960. Anehnya Ince Koemala Versi Tionghoa meninggal dunia tahun 1957.
Mungkinkah Ince Komala versi Tionghoa mendaftarkan tanah miliknya tahun 1958 yang nota bene dia sudah meninggal dunia.”Apakah bisa dia mendaftar saat dia meninggal”.
Dia mengaku, bahwa Ince Komala versi Melayu meninggal tahun 2000 dan tanah mereka didaftar pada tahun 1958 oleh orang tua Ince Komala versi Melayu yakni Ince Mohamad Saleh.
Sementara itu, sampai berita ini diturunkan pihak Ince Komala Versi Tionghoa belum dapat dikonfirmasi.
(Tim Metropol)